My Coldest CEO

26| Not a Real Goodbye



26| Not a Real Goodbye

0Bukan hal yang biasa lagi bagi para karyawan Luis Company kalau sang CEO a.k.a Leo sudah meninggalkan status berpacaran dengan wanita hanya dalam jangka waktu sebentar. Jadi, mereka merasa biasa saja melihat sang atasan yang bersikap profesional dengan Azrell walaupun mereka dapat pastikan ada sesuatu yang janggal dari salah satu hati.     

Kini, di sinilah Azrell dan Leo. Duduk saling bersebelahan, atas perintah sang wanita yang menuntut penjelasan dari sang laki-laki.     

"Jadi, apa yang kamu ingin tanyakan pada saya? Bukankah sudah jelas kita putus hubungan karena kamu yang mengakhirinya?"     

Leo sedikit bingung dengan jalan pikir para wanita. Padahal dirinya sudah menerima dengan lapang dada dan berusaha tidak kembali, tapi malah Azrell mengharapkan dirinya untuk mempertahankan rusaknya hubungan ini.     

"Aku hanya ingin bertanya, kenapa kamu dengan mudahnya melepaskan diri ku, Leo?" tanya Azrell yang kini sudah memusatkan seluruh perhatiannya kearah Leo yang kini juga menatap dirinya dengan tatapan kebingungan. Baiklah, ini mungkin memang kesalahannya. Tapi bayangkan saja bagaimana rasa sesak yang hadir saat kekasih tidak memberikan kabar terus menerus?     

Lagi dan lagi, Azrell membahas hal yang seharusnya tidak perlu untuk di bahas.     

"Bukankah sudah jelas ya? kalau seseorang ingin pergi dari hidup saya, silahkan. Itu kan keputusan masing-masing orang, dan juga keputusan kamu. Jangan plin-plan jadi wanita. Lagipula awal kamu suka kepada saya juga karena uang,"     

"Iya oke mungkin itu tujuan awal ku, Leo. Tapi percayalah tidak untuk saat ini, aku benar-benar menyayangi diri mu."     

"Ambil saja uang saya, kalau perlu ATM ku yang selalu kamu pinta semasa kita pacaran. Asal kamu jangan meminta kembali untuk memperbaiki sesuatu yang sudah hancur,"     

Leo merasa sudah tidak ada gunanya lagi kembali bersama Azrell. Ia sudah cukup berdiam diri dengan tingkah wanita tersebut yang terlalu menuntut kabar darinya. Hei, ia seorang CEO di perusahaan ternama miliknya sendiri. Sudah pasti waktu untuk bermain ponsel terkikis, kalau pun sempat ia sudah malas duluan membaca pesan Azrell yang menurutnya sangat kekanak-kanakan.     

Bukan mengerti dengan aktivitas dan rasa lelahnya, justru wanita tersebut malah merajuk.     

"Aku tidak membutuhkan uang mu, Leo. Aku butuh kamu, aku bersungguh-sungguh mengatakan hal ini."     

Sudah kehilangan, baru kerasa bagaimana perbedaan saat masih bersama dan saat sudah menjalani aktivitas masing-masing.     

Yang menang selalu keegoisan, tahu celah terkecil di dalam hidup dan membuat pikiran manusia tersesat karenanya.     

"Kalau yang kamu butuhkan itu saya, sebaiknya kamu perbaiki diri sendiri dulu. Bagaimana sifat mu kepada saya, apa kamu tidak pernah merasakannya? Selama ini hanya kamu saja yang mengeluh, dan aku selalu menelan bulat-bulat keluhan mu yang mengatakan memiliki hubungan dengan ku memang mengangkat nama dan derajat di mata banyak orang tapi lebih baik menjalin hubungan dengan laki-laki berstatus biasa saja tapi bisa mencintai dan memberikan perhatian penuh untuk sang kekasih. Itu kan yang kamu bilang dulu? Saya bekerja untuk diri saya pribadi, kalau saya punya seseorang yang saya sayang, sudah pasti akan berbagi hasil jerih payah itu. Tapi kamu sendiri yang membuang saya, jadi saya tidak akan berbangga hati untuk kembali untuk menerima juluran tangan dari kamu."     

Akhirnya, Leo bisa mengeluarkan semua rasa yang mengganjal di hatinya. Semua deretan kalimat itu ia ucapkan hanya dengan satu tarikan napas, tapi raut wajah marah sedikitpun. Baginya, menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan tidak terbawa laju emosi adalah pilihan yang selalu tepat untuk di lakukan.     

Azrell bergeming saat mendengar kalimat sepanjang itu yang baru pertama kali dilontarkan Leo untuk dirinya. Ia pernah mendengar laki-laki tersebut berbicara panjang, namun dibantu dengan naskah pidato untuk penyambutan kolega besar di perusahaan. Selebihnya, Leo tidak akan pernah berbicara panjang walaupun dia adalah laki-laki ramah tanpa memandang kasta.     

"Euhm, lalu? bagaimana dengan nasib ku? Apa kita akan menjadi seseorang yang profesional untuk menutupi semua ini dari banyak orang?"     

"Tentu saja,"     

"Jangan berubah, Leo. Aku masih sayang sama kamu, bagaimana bisa setelah semua ini kamu tidak paham kalau yang aku butuhkan itu kamu."     

"Terkadang, wanita terlalu banyak menuntut untuk di pahami tanpa memiliki rasa sadar kalau laki-laki juga membutuhkan hal itu."     

Banyak sekali kata-kata mutiara yang ingin Leo ungkapkan pada Azrell untuk saat ini.     

Azrell pun sudah kehabisan kata-kata. Memang benar ya, jangan sekali-kali mematahkan hati kalau tidak ingin merasakan 'patah' itu yang berkali-kali lipat rasanya. "Kalau begitu, bisakah kita pergi di akhir pekan? Ku pikir itu untuk yang terakhir kalinya, bagaimana?" tanyanya. Ia mengatakan hal itu supaya bisa menanam momen untuk kenang-kenangan kalau dirinya pernah memiliki hubungan dengan seorang Leonardo Luis walaupun hanya menjalin hubungan yang kurang dari tiga bulan saja.     

Mendengar nada permohonan Azrell, tentu saja tidak membuat Leo goyah untuk mewujudkan permintaan kecil itu. "Maaf, saya sudah punya janji dengan seseorang. Dan itu tidak bisa di batalkan begitu saja, Azrell." ucapnya sambil memberikan Azrell sebuah senyuman tipis. Ia tidak ingin membuat wanita ini tambah sakit hati, namun kembali lagi pada permasalahan awal 'kalau benar-benar sayang pasti tidak akan membuang'.     

Azrell menaikkan sebelah alisnya, ia menatap Leo seakan-akan tidak percaya dengan perkataan laki-laki tersebut. "Siapa? wanita?" tanyanya sambil memicingkan matanya, curiga kalau Leo sudah benar-benar mengganti dirinya dengan seseorang yang baru. Cepat sekali ya move on seorang laki-laki, bahkan dirinya saja masih mencintai tanpa balasan.     

"Kalau laki-laki, berarti setelah putus dari mu saya menjadi gay, begitu? tentu saja saya akan pergi dengan seorang wanita di akhir pekan."     

Leo bergidik ngeri dengan ucapannya sendiri. Ia tidak bisa dan tidak akan pernah membayangkan kalau satu kaum saling mencintai, bahkan sampai terikat sebuah percintaan. Maaf, tapi pandangan orang-orang berbeda. Ia masih memiliki nafsu dengan para wanita, tapi di tahan.     

"Bagaimana bisa berpaling dari diri ku secepat itu?" Seperti apa yang ia ucapkan sebelum, seorang Azrell akan membuat perbandingan bagi wanita baru yang berhasil singgah di kehidupan Leo.     

"Tentu saja mudah, banyak yang menginginkan saya. Siapa yang suruh kamu membuang saya,"     

Sebenarnya kalau boleh jujur, kali ini bukan sang wanita yang mengejar Leo tapi sebaliknya. Untuk yang pertama kali setelah memutuskan untuk bermain-main dengan banyak wanita, akhirnya ia ingin memperjuangkan sesuatu yang baru ditemui.     

"Siapa wanita itu? aku ingin kenalan dan menilai sebaik apa dirinya untuk kamu."     

Leo rasanya ingin tertawa terbahak-bahak dengan ucapan Azrell, terdengar seperti seorang mantan yang tidak rela jika mantan kekasihnya memiliki seseorang yang baru dalam jangka waktu singkat. "Memangnya apa hubungannya dengan diri mu, Azrell? Sudah sangat jelas wanita itu lebih baik daripada kamu, saya mengakui hal itu." ucapnya yang memberikan penjelasan.     

"Yang terlihat baik, belum tentu tang terbaik, Tuan."     

Leo menganggukan kepalanya, ia percaya dengan kalimat yang barusan dilontarkan Azrell kepadanya. "Iya tidak memang bukan yang terbaik, tapi tahu caranya berusaha untuk menjadi yang terbaik. Sepertinya jam mengobrol kita sudah habis, Azrell. Saya masih banyak pekerjaan, dan saya yakin begitu juga dengan dirimu." ucapnya sambil beranjak dari duduk, kini ia sudah berdiri tegak dengan tatapan yang menurun karena Azrell masih setia duduk di sofa ruang kerjanya.     

"Tapi ini tidak adil bagi ku, Leo."     

"Kenapa tidak adil?"     

"Seharusnya, ratu berpasangan dengan raja. Apa wanita itu ibaratkan selir yang menggeser posisiku di kehidupan kamu?"     

"Kalaupun dia selir di dalam artian benak mu, itu tidak masalah. Karena selir itu lah pengganti ratu yang terbaik,"     

"Tap--"     

"Bukankah sudah jelas perkataan saya mengenai pekerjaan yang akan segera menumpuk?"     

Mendengar ucapan Leo yang sudah tidak ingin membahas apapun tentang topik yang menimpa mereka berdua, Azrell cukup tahu diri akan hal itu lalu bergerak serupa dengan laki-laki tersebut. "Baiklah, terimakasih atas waktunya yang sangat tidak membuahkan hasil, Tuan. Aku masih menunggu kembalinya diri mu," ucapnya dengan nada pelan. Mengulas senyuman tipis, tidak ada yang bisa mendeskripsikan ekspresinya saat ini kecuali menunjukkan kesedihan.     

"Iya, kalau saya kehilangan peta, saya enggan untuk kembali karena ada sesuatu hal lebih menarik yang membuat saya tersesat."     

Leo benar-benar memang tidak pernah bisa menerima seseorang yang pernah ada di hidupnya untuk kembali bersama, sama aaja artiannya mengulang kejadian untuk yang kesekian kali, iya kan? membuang-buang waktu saja.     

"Satu, Tuan." ucap Azrell dengan nada pelan.     

Menaikkan sebelah alisnya karena tidak mengerti dengan ucapan itu, Leo menatap Azrell. "Maks--"     

Brak     

"Aku sayang kamu,"     

Tiba-tiba saja tubuh mungil itu menghujam Leo sampai tubuhnya jatuh ke atas sofa dengan Azrell yang berada di atasnya. Kedua tangan wanita itu sudah mengalungi lehernya dengan erat, seolah-olah memberikan kesan kalau ini bukanlah perpisahan terbaik di dalam hidupnya.     

"Kenapa pertemuan selalu berujung perpisahan?"     

Leo hanya bergeming, mempertahankan posisi mereka yang terlihat cukup vulgar kalau ada orang lain yang salah paham dan tidak tahu bagaimana permasalahan mereka.     

Azrell langsung saja menyembunyikan wajah manisnya yang sudah terlihat air mata meluruh dari kelopak matanya, mengeratkan pelukannya semakin erat pada tubuh kelar yang selalu menjadi idaman para wanita di luar sana. Hari ini adalah perpisahan yang luar biasa menyakitkan karena masih satu jalan dengan sang mantan kekasih.     

Cinta seorang sekretaris pada CEO, tidak selamanya berujung manis.     

"Bukan takdir yang salah, tapi waktu. Kalau saja kamu bisa menghargai kesibukan orang lain menanamkan kedewasaan, mungkin saja perpisahan tidak akan terjadi. Takdir itu rencana sang penguasa. Sudah dapat di artikan kalau Tuhan itu baik, memberitahukan pada saya kalau yang pergi sudah pasti bukan yang terbaik."     

Tangis Azrell semakin menjadi menjadi mendengar ucapan Leo yang memang sangat menampar dirinya. Ia mendongakkan kepala, lalu menatap wajah tampan itu dari bawah. "Biarkan aku tetap mencintaimu, Leo." lirihnya dengan puppy eyes yang terlihat sangat sendu.     

Menghela napas panjang, lagipula memangnya siapa yang ingin menghalangi rasa suka orang lain pada dirinya?     

Jatuh cinta adalah hal yang wajar. Yang kurang wajar itu, kita tidak bisa menentukan persinggahan yang tepat untuk tempat berlabuh.     

"Tentu saja boleh, Azrell. Tapi jangan pernah masuk ke dalam hidup ku lagi untuk berniat merusak atau apapun itu." balasnya dengan sebuah senyuman yang terlihat sedikit ketulusan.     

Bagaimana pun juga, ia masih laki-laki sejati yang tersentuh saat melihat seorang wanita yang menangis berada di pelukannya.     

Sedangkan Azrell? wanita itu kembali menyembunyikan wajahnya di dada bidang Leo, sampai dengan perlahan sebuah senyuman miring mulai tercetak jelas di wajahnya.     

'Aku tidak berjanji, sayang.'     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.